BramaDipo: 2014

Sabtu, 20 Desember 2014

Langitku Cerah, Senjaku Merah

Ada asa,
Menyalakan bara.
Dalam dada,
Coba memakna.

Oooh angin yang tak bertujuan,
Bawa ragaku yang tak bertuan.
Kemana-pun kau bawa,
Aku ikut serta.
Dan izinkan aku bersamamu,
Menemukan arah yang baru.

Wahai langit yang cerah,
Biarkan angin mencari arah.
Bersamaku menyapu gundah,
Pada Semesta kami berserah.

Wahai #Senja yang merah,
Temani kami menuju gelap.
Agar kami jumpa-kan arah.
Agar kami tak hilang harap.










11

Rabu, 10 September 2014

Hisap Asap Hisap



Menyakiti kesakitan,
Menumpang dan menindih di atas raga badan.

Sesak,
Nafasku tinggal setengah.

Nafas hisap asap panas.
Hisap asap nafas panas.




Minggu, 07 September 2014

***

Berjalan dengan sepasang kaki. 
Saling berganti. 
Adakala-nya bersamaan. 
Ada pula saat-nya terjerembab. 

Dan jangan mendahului apa yang ada-sebelum saatnya tiba.










11

Jumat, 05 September 2014

***

Matahari tidak pernah terbit di timur dan tenggelam di barat.
Bumi yang kita pijak-lah yang ber-rotasi mengelilingi-nya.

Apa yang kita yakini benar, belum tentu benar se-utuh-nya.










11

Selama-t Menunggu

Jika ingin di-cintai, 
carilah yang me-cintai, 
bukan yang kita ingin angan-kan.

Ya, cintamu ada di hadap-an. 
Buka-lah kedua tangan-mu untuk peluk-an.
Bersiap dengan ke-bahagia-an-mu di depan.

Tak perlu kau lipat muka itu sekarang.
Saji-kan-lah senyumanmu yang paling menawan.

*untuk seorang kawan.










11

Sabtu, 23 Agustus 2014

Budi Berakar Tanah

Bunga yang paling indah-pun berakar tanah.
Meski menempel pada badan dan kulit yang bukan miliknya.

Berusaha menjadi baik-pun tak ada salah.
Meski berkelok mendaki dan kerikil membuat luka yang selalu ikut serta.


Budi baik belum tentu berbalas kebaikan.
Bersabarlah, tersenyumlah.










11

Selasa, 19 Agustus 2014

Tari Kuda Lumping


Kenduri negeri bermasalah,
Hilang bentuk hilang arah.
Nusantara gonjang ganjing,
Tari-kan tarian kuda lumping.

Sekam menyekam dalam-dalam.
Menghitung detik-detik bergulir.
Bergelora dengan diam.
Menanti angin semilir.

Mentari sudah condong di barat,
Hitam-pun memeluk jagat.
Sang rembulan datang terlambat,
Separuh bulat cahaya yang terlihat.

Jelata dipinggiran tak bersuara,
Saksikan punggawa bermain drama.

Gelap semakin merapat,
Sisakan putih di sudut barat.

Kuali sudah tak berisi,
Perut semakin penuh dengan imaji-nasi.

Berharap pada para pemimpin negeri,
Suburkan kembali sawah ladang kami.

Jika memang tak ada lagi adil,
Siap tak siap harus siap hadapi bedil.





Jumat, 15 Agustus 2014

Nyamuk Nyamuk

Nyamuk bergilir gerogoti darah,
Seperti telah lama menyimpan amarah.
Tunggu menunggu adanya celah,
Mari-mari aku telah berserah.

Nyamuk gendut terbang perlahan
Lalu hinggap pada tetumbuhan.
Berat membunuhnya perlahan,
Bersama darahku yang telah dikandung badan.

Nyamuk-nyamuk hidupmu untuk mati kemudian,
Maka kuucap terimakasih telah memberi gatal dan kesabaran.
Kini mohon izinkan,
Lelah badan kurebahkan.

Jika esok nafas masih dapat kuhela,
Kupersilahkan kau kembali bersuka ria.
Maafkan aku,bidari mimpi telah menggapai mata.
Sampai jumpa.









Minggu, 10 Agustus 2014

Cahaya Telanjang #BatPoet


Senja berada di akhir,
Malam segera bergulir.
Rindu ditelanjangi cahaya sempurna cermin semesta.
Adakah juga kau merindukannya?

Bernyanyi, menari, membaca syair spontan pantulan sinar rembulan.
Lalu menitikkan air di mata, saat purnama berada pada puncaknya.

Menjadi kecil saat semesta menunjukkan kebesarannya.
Menjadi tak berarti saat semesta memperlihatkan makna kekuasaannya.

Purnama ini kita tak sedang bersama,
Cukup mengingat sementara.
Semoga angin siapkan rencana,
Menabrakkan arah kemana semesta bawa.

Lau kita-pun bersenggama,
Seperti sungai bersilangan.
Melahirkan alur-alur baru,
Yang tenang ke hulu dan yang deras ke hilir.

Lalu menyebrang di anakan yang jernih, tenang dan menyenangkan,
Menuju bebatuan tempat kita saksikan arus deras dan menghanyutkan

Mengumpulkan pecahan batu yang terpahat arus,
Entah telah berapa ratus tahun menempanya.
Bentuk-bentuk yang ganjil dan kita hanya bisa menerka-nerka.

Ada berbentuk hati, ada yg berbentuk tahi.
Lalu melemparkannya ke tengah arus,
Ber-angan air menempanya kembali menjadi bentuk lain.

Ya,aku merindukannya.
Bluemoon waktu itu.
Beberapa tahun lalu,dibulan-bulan ini.

Arak yang kuteguk,
Asap yang kuhisap,
Liur yang memudar,
Tawa yang kujejal.

Malam itu kita bergantian bisik, kepal dan teriak dalam satu lingkaran.
Perjumpaan yang sejenak,
Namun jeda menindih memakna.

Kuingat.
Kuingat.
Kuingat.
Selalu kuingat

"Purnama yang kita puja bersama."

Semoga nyawa masih ada dan jiwa masih memiliki asa saat purnama di kemudian masa kita bersenggama disaksikan semesta.





Kamis, 07 Agustus 2014

Setengah Sempurna

Bulan beranjak naik dengan cahaya setengah sempurna.
Gelap di langit semakin menampilkannya, Bersama kilauan bintang gemintang yang penuh pesona.
Mentari, Mentari, Bayanganmu masih dapat kunikmati.
Melalui pantulan rembulan yang tengah berseri.

Dan lukisan ini akan kubawa kedalam mimpi.
Berharap bahagia menyerta hingga fajar hari.


Semoga.










11



Senin, 04 Agustus 2014

Sayang, Matilah.

Teko berisi rindu telah kutuang kedalam cangkir kertas buram.
Tumpah dengan penuh sesal serta air muka muram.
Lalu mengering bersama sumpah serapah yg menyisakan lelah.

Sayang,
Sayang,
Matilah.

(Segera).





Minggu, 27 Juli 2014

Menuju Arah Barat



Kilau dunia membuatnya lupa.

Bahwa fana adalah sementara.
Tarian kuasa membuatnya terlena,
Bahwa raga akan punah jua.

Ingatlah sahabat,
Sebelum terlambat.
Kembalilah sahabat,
Menuju arah barat.











11

Jumat, 25 Juli 2014

Terbangun


Terbangun dan terduduk,
Mata masih mengatup.
Nada-nada mengiang,
Membentuk gambaran resah kemudian.
Syair-syair mengiring,
Memeluk dingin.

Putaran kipas angin tersendat pada sudut yang itu-itu saja.
Sama seperti gundah ini selalu mengulang di bagian yang sama.

Gelas berisi cairan pekat kuteguk.
Larut bersama asap yang kuhirup sedalam getir. Lalu hembus, berharap hilang menguap dalam pandangan.







Selasa, 22 Juli 2014

Salahkan Setan

Ada setan merasuk perlahan dalam tidurku tadi dua jam.
Kopi menahanku untuk tetap terjaga agar setan tak lagi kembali merayuku dengan mimpinya.

Serangan cemas, delusi hitam gorong-gorong masa kelam.
Aparat berseragam, darah dan bau karat sisa kekerasan akibat bersenang-senang.

Maka, salahkan setan.
Untuk itu ia ada dalam eksistensinya di dunia.
Salahkanlah saja, meskipun tanpa sebab.
Kasihani anjing dan babi yang bernafas.
Jangan membebaninya dengan umpatan.
Cukuplah ia terhina dgn keberadaanmu saja.
Setanlah yang seharusnya jadi objek,
Jangan jadikan ia subjek.

Gorong-gorong hitam masa kelam tertutup.
Aku sudah di luar dan matahari telah menyatakan pagi.







#Pot

Hidup dalam tombol huruf, angka, simbol dan kursor.

Merangkai kalimat dengan sentuhan jempol.

Bukan lagi goresan tinta dalam simpul jemari.



Sabtu, 19 Juli 2014

Daunku Habis Terbakar

Langit menumpahkan beban air sedari awan,
Menjadikannya hujan.
Mendinginkan malam,
Menutupi cahaya matahari yang dipantulkan rembulan.

Layar datar bergambar berwarna.
Nada-nada mayor di selingi minor.
Bidadari-bidadari di panggung buatan.
Dinding mengetuk menanti percakapan.

Daunku habis terbakar dalam kertas.
Berganti dengan senyuman-senyuman yang datang bersama ingatan.
Hujan menepi, mendung disibak angin.

Terimakasih Semesta,
Telah sejukkan malamku di tengah jeda raga, rasa dan makna yang mengelabuiku di penghujung senja.





Jumat, 04 Juli 2014

Dunia Monitor



Keyboard keyboard berdebu,
bising menyeruak dari kotak hitam,
bersahutan namun tak saling berkaitan.
Kumpulan yang ramai.

Asap menyeruak dari balik kepala kepala,
membumbung ke sela-sela lubang udara.
Kenyamanan yang aneh.
Kebebasan ada dalam monitor.










11


Sabtu, 03 Mei 2014

Ber-ada Di Sekeliling-Mu



Memanggil bala tentara angin.
Memerintahkannya menggerakkan awan agar sembunyikan daratan dari terik siang yang menyilaukan.



Ragu meragu melangkah.
Kanan atau kiri tak mungkin bersamaan.



Hanya jemari yang bergerak,
Tari menari diatas bidang datar.



Matahari menggenggam parang panjang,
tajam dan mengkilap.
Bahkan tameng kulitku tak mampu berbuat banyak.
Memerah coklat lalu hitam melegam.



Ohh, ini siang terlalu berpeluh.
Atau karena aku yang melulu selalu mengeluh.
Bermanja dengan teduh yang meluruh.
Lupa akan harga yang mesti ku bayar penuh.



Ingatlah manusia.
Hidupmu bukan mengenai putih saja.
Tidak selalu mengenai Bahagia.
Dan bukan hanya tentang kamu semata.



Kamu hidup beserta sekelilingmu.
Kamu ada bersama bayangmu.
Nikmatilah duka dan cita-mu.
Peluklah rindu dan dendam-mu.
maka akan kau temui kebijakan di situ.










11

Menegur Sepi

Menemukan cahaya di tengah gelap,
menemukan asa ditengah harap.

Kembali pada nyanyian di hati,
tempat diri bertegur sepi.

Berkacalah pada senyuman,
tatap dan maknakan.










11

Sabtu, 26 April 2014

Sepeninggal Luka

Sepeninggal luka,
tak pernah mengering.
Sisakan nada hampa,
pada syair mengiring.

Aku menyayat dadaku sendiri,
dalam dunia inginku sendiri,
mengubur jiwaku sendiri,
mati, mati sendiri.

Meneruskan langkah.
Tersandung kaki,
oleh kakiku sendiri.

Saat semua telah tenang,
yang tersisa hanyalah arang.
Semua telah terbakar,
oleh apiku sendiri.

mati lah mati sendiri.










11

Apa Ada Sempurna ?!

Ganti baju-mu, rubah warna-mu.
tukar wajah-mu, ganti milik-ku.

Cerobong asap mengendus abu,
tak ada lagi pembakaran di situ.
Kayu-kayu menghilang tergantikan api kering,
tak ada yang rela terbakarkan.

pelana tanpa kuda,
tinta tanpa warna,
bertanyalah,
Apa ada sempurna?!










11

Jumat, 25 April 2014

Pengulangan ini Abadi

Tenggelam dalam lamunan sarat ingatan,
menyisakan jeda, ruang hampa.
Tanyaku berjawab tanya,
pengulangan ini begitu abadi.

Rindu yang terkoyak dendam imaji.
karena tak ada sesuatu pasti.
Sesaat menatap masa yang terjerat asa.
Semua rasa jadi tak bermakna.

kalimat-kalimat hanya deretan kata,
tak memiliki arti, hanyalah bunyi.
Ini waktu kembali lagi,
menuju kehampaan diri.

Pengulangan ini abadi.










11

Jumat, 14 Maret 2014

Bersekutu Dengan Kopi




Bersekutu dengan kopi,

Melarutkan lelah kedalam cangkir.
Bersiap menutup hari,
Bersama senja yang segera berakhir.


Hari yang sama,
Cerita yang berbeda.
Rasa yang sama.
Dengan makna yang berbeda.


Terima kasih semesta,
Lelah masih dapat kurasa.
Terima kasih Segala,
Nafas masih dapat kumakna.


Kopi kuaduk perlahan,
Kuhirup satu tegukan.
Asap kuhembuskan.
Dan pahit-pun melarut dalam senyuman.










11

Larutan Senja



Senja merapat,

Bayanganku bergerak menjauhi barat.
Langit-pun memerah.
Meninggalkan biru yang hampir kalah.

Para penghuni hari berarak pulang,
Karena gelap akan segera datang.
Secangkir kopi dan sebatang asap.
Larutkan lelah dan rindu dalam harap.

Kekasihku tak kan datang,
Kekasihku tak kan pulang.
Ia pergi saat gelap.
Ia hilang ditengah pekat.
Biarlah.
Kunikmati saja senja jingga.











11

Minggu, 09 Maret 2014

Kenduri Negeri

Kenduri besar segera datang.
Para patih mempersiapkan pedang.
Seperti akan menghadapi perang.
Unjuk berunjuk siapa menang.

Langit di timur belumlah terang.
Semua begaduh menabuh genderang.
Punggawa-punggawa saling menantang.
Beradu badan beradu tulang.

Rakyat jelata duduk dipinggiran.
Bergumam lalu bertepuk tangan.
Sambil bertanya kedalam angan.
Siapa jagoan yang menjadi pilihan.

Kenduri utama sedang dipersiapkan.
Dimana Raja-raja berebut kekuasaan.
Mengenakan baju kebesaran.
Melangkah gagah bersama rombongan.

Para patih mengatur strategi.
Para raja membawa pusaka.
Ada yg sendiri-sendiri.
Ada pula yang bersama-sama.

Mahkota dan singgasana didepan mata.
Kilauan nya dapat membuat lupa.
Saling membunuh menjadi cara.
Lupakan darah lupakan saudara.

Jelata kembali ke pesawahan.
Tontonan sudah semakin membosankan.
Biarlah penguasa berebut kuasa.
Yang penting di rumah makanan tersedia.










11

Minggu, 23 Februari 2014

Menanti Esok

Udara menjadi lebih dingin setelah hujan membasah. 
Langit malam menjadi lebih gelap sesaat setelah mendung bergulung. 

Ooo. Adakah gelap akan terus mendekap? 
Hingga kapan dingin terus mencengkram? 

Jawabannya adalah esok. 
Jawabannya adalah menunggu. 
Jawabannya adalah bersabar. 
Seperti yang telah dijanjikan. 
Seperti yang telah ditentukan kemudian. 

Jadi,tersenyumlah. 
Esok masih ada.










11