BramaDipo: 2017

Jumat, 29 Desember 2017

Para Penabuh Genderang

Wahai para penabuh genderang.
Kalian hidup berbangsa.
Dan negara ini milik kita bersama.
Hadiahkan damai untuk anak cucu kelak.
Bertikai kita sekarang,
Berperang darah kita kemudian.

Karena mati hanya sekali.
Buatlah hidup berarti.

Terlalu murah harga yang mesti kita bayar jika kita saling bertikai.
Maka, bertikailah dengan diri sendiri.
Arena perang hanya ada dibenak.
Bukan yang bersinggungan dihadap.




Selasa, 26 Desember 2017

Penghujan Datang

Sandarkan raga pada rimbun tinggi pinus.
Dedaunan muda telah muncul,
Mengganti pokok yang mati oleh waktu,
Yang mengering diterpa kemarau lalu.

Penghujan kini datang,
Membawa warna-warni harapan.
Hijau menengadah pada biru padu
Dan tengah Menggagungkan cahaya-Mu.

Tuhan.
Terima kasih atas Sejuk-Mu.




Minggu, 24 Desember 2017

Hullabaloo



Presiden mabuk,
Yudikatif koma,
Aleg teler,
Mantri pesta pora,
Ulama main gila,
Pandita hura-hura,
Cendekia gemar berkaca.

Seks bebas dengan sesama,
Intrik diskusi berakhir bully,
Bersinggungan lalu kelahi,
Bunuh-bunuhan saudara sendiri.

Ibu menangis.
Beras terbeli tak ada api.

Rakyat tak memiliki negara,
Berdiri di atas tanah para rentenir.
Penguasa tertinggi mencitra baju sederhana beralaskan sendal jepit.
Yang selalu dipapah dan diapit.

Merakyat, tidak memimpin.
Tanah kaya, berbangsa miskin.




Minggu, 17 Desember 2017

Wajah Pendosa


Tak pernah reda.
Darah mengalir juga.
Ribuan senjata,
Berhadapan batu dan air mata.

Berulang,
Duka ini terulang.
Doa para imam dan pandita,
Bersama nafas pejuang mulia.
Pertahankan tanah, jiwa dan raga.
Mengusir pendosa nyata dunia.

Di tanah ini,
Tuhan memperlihatkan wajah-wajah penabur bencana semesta raya.

Adakah kau berdiri bersama mereka?



#PotMode


Sabtu, 16 Desember 2017

Aku, Kamu dan Ingatan

Ada getar saat kata memakna.
Yang tersaji dalam dialog rasa-rasa.
Kau, membawa gelora.
Tentang gairah yang hilang masa.

Imajinasi kita bersahutan.
Memanggil-manggil kehangatan.
Dalam sentuh, kecup dan pelukan.
Lalu kita terjebak narasi kerinduan.

Mungkin,
Ya mungkin saja.
Kita tengah melepas jeruji bosan.
Mungkin saja,
Kita sedang mengelabuhi ingatan.
Mungkin saja,
Kita tengah dipertemukan.
Dan mungkin saja,
Kita selayaknya beriringan.

Maka, berjalanlah sayang.
Biarkan angin yang menentukan.
Aku, kamu dan ingatan.
Meluruh satu kemurnian.




Kamis, 14 Desember 2017

Esok Tak Akan Ada

Hei Rindu,
Mendekatlah padaku.
Kupeluk tubuhmu,
Kukecup bibirmu.

Tak usah perdulikan mereka,
Biarkan saja apa hendak dikata.
Mereka hanya figuran semata,
Sebab kita adalah pelakonnya.
Biarkan pula bulan mencibir,
Malam ini tak akan juga segera berakhir.

Kemari, kemari kuberikan hangatku.
Dan kau balaskan rinduku.
Lalu kita bermesra,
seakan esok tak akan ada.

Hei rindu,
Balaskan aku.




130 Kilometer


Beri aku label gila.
Karena normal bukanlah yang aku suka.
Lubangi kepalaku dengan peluru,
Asal jangan oleh kebohonganmu.

Dan jika harus berbohong untuk terus hidup.
Maka aku akan memilih untuk mati.

Kehidupan yang murah ini diperuntukan bagi mereka yang mampu membayar mahal.

Mampukah kamu?

Ya, beri aku label gila,
Karena kebohongan normal yang kamu lakukan,
Bukanlah kehidupan yang aku inginkan dengan harga murah.



#PotMode

Jumat, 08 Desember 2017

Lain-lain




Tak hanya benar dan salah.
Tak cuma baik dan buruk.
Selalu ada celah dan berlainan bentuk.

Seperti semangka dan durian.
Dimana kulit tak menampilkan isi.
Menjadi utuh satu kesatuan.
Maka, hendaklah kita berbagi.

Karena beda itu niscaya.


Kamis, 07 Desember 2017

Pola Luka



Menemukan pedih,
Pada bahagia yang ingin kuraih.
Menjumpai gelap,
Pada cahaya yang tengah kutatap.

Rindu merefleksi nadi.
Lalu pecah di dalam hati.
Tak terucap.
Berbatas harap.

Luka ini berpola.
Acak.



Minggu, 08 Januari 2017

Nada Keabadian

Merayu-mu dengan penggalan lagu Morrissey.
Mencumbu-mu dengan irama Sade Adu.

Lalu kita mengembara bersama Imanez.
Dalam balutan mesra Nat King Cole ataupun The Carpenter.

Aku teringat saat kita terakhir berdebat panjang seperti Cypress Hill.
Lalu aku memotong singkat dengan NOFX.

Kita tertawa beriringan Rancid.
Dan kembali menghangatkan nada The Cure.

Bawa aku selalu bersamamu dalam ketukan Smash Mouth.
Atau kita melebur dalam genggaman Weezer.

Agar kita tak selalu terbawa alunan Massive Attack.
Bergumam lirih layaknya Portishead.

Aku, kamu, Jim dan The Doors.
Seperti juga Kurt, Courtney, Nirvana dan kematian.
Di angka 27 bukan 311.
Pink Floyd bukan Frank Zappa.

Aku mendamba pada Ebiet G.A.D
Tidak pada Iwan yang takut Sumbang.
Menyepi seperti Doel.
Meninggalkan tanya di rumah Hari Roesli.

Lupakan Marilyn Manson,
Dan kumainkan G.B.H juga Total Chaos.
Tak perlu Ramstein juga Dog Eat Dog.
Sebab kita adalah Supergroove.

Percayalah pada detak Arctic Monkeys.
Meski sedikit Blur.
Dan serumit Radiohead juga Sonic Youth.

Percayalah.
Aku memiliki nada sendiri yang akan aku berikan dalam irama kehidupan di keabadian musik kita.
Kelak.