BramaDipo: Maret 2018

Rabu, 28 Maret 2018

Tetap Tiada



Bintang berserak,
Menghamparkan kerlip dalam gelap.
Bulan hampir sempurna,
Empat malam menuju #purnama

Celah rindu perlahan aku tutup,
Karena harap kini semakin meredup.
Aku tinggalkan bara menjadi abu,
Dan angin menyepi bersama ragu.

Kau,
Tetap,
Tiada.





Selasa, 27 Maret 2018

Selamat Tinggal Timur Terang



Telah kau lubangi rasa yang aku punya,
Lalu kau tinggalkan begitu saja.
Menganga menjadi luka,
Membiarkannya berdarah dan bernanah.
Sedang kau tahu aku tak dapat berpaling pada apa yang hendak aku iring. 
Dan kaki telah kulangkah.

Lihatlah,
Prasangka ada dan nyata. Dan kau menertawakannya saat itu, mungkin sekarang juga.

Sebegitu mudah kau ucap kata lalu bersikap seperti tak memiliki makna.

Gemuruh didada,
Menyeruak membakar benak.
Dan kau harap aku dapat tersenyum seakan aku berbahagia?

Belumlah genap purnama pertama semenjak ada jarak.
Dan kau?

Maaf, tak dapat kau ucap, Maaf, tak dapat kau harap. Hingga sesal akan kau dapat, 
Kelak, kau akan mengucap. 
Aku tak sedang merapal doa,
Aku memberi tanda atas apa yang aku terima.

Dan kau pun tahu,
Aku bukanlah penebak.






Jumat, 23 Maret 2018

Dibalik Dinding Kekokohan



Aku melihatnya dibalik dinding kekelaman.
Ratapan panjang yang terhalang kekokohan.
Menimpakan semua salah,
Melahap semua gundah.

Ia menangis lirih,
Genggam semua perih.

Ia bertahan.
Dengan kebohongan.
Dengan kepura-puraan.
Dengan duka ia benamkan.

Dalam dalam.

Dari balik dinding,
Ia nyanyikan lagu-lagu kebahagiaan.
Untuk sejenak berpaling,
Mencoba menghapus ingatan-ingatan.

Ia biarkan hujan turun dan membasahi seluruh raga yang ia punya.
Lalu ia selipkan air mata yang menderas berharap kurangi bebannya.

Ia salah,
Tangis semakin menjadi.
Ia resah,
Ingatannya kembali lagi.

Dari balik dinding kekokohan,
Ia bersembunyi dari nyata untuk kali kesekian.




Titik Akhir



Meninggalkan raga sementara.
Mengunjungi kesendirian diri.
Mengembalikan lagi tanya.
Membiarkan jeda menggenggam sunyi.

Sebuah titik akhir alinea.

Gemerlap bintang gemerlap.
Gemerlap diwarna langit gelap.
Satu pada kedipmu tersilap,
Tersamar kerlip bintang disudut tatap.

Titik akhir sebuah paragraf.

Selamat malam,
Selamat bersemayam.
Malam ini masih ada,
Esok mungkin telah tiada.

Tersenyumlah,
Sebab mati merupakan anugerah.
Dan hidup adalah keajaiban,
Maka isi dan maknakan.

Dan mengingatlah,
Kita ada karena Ada-Nya.


Rabu, 21 Maret 2018

Frank Zappa dan bedebah



Semestinya aku terus tertidur,
Semestinya aku tetap mendengkur.
Terlalu menyakitkan saat terjaga,
Saat luka kembali menganga.
Dan kau telah pergi jua.
Sisakan hampa di ruang rasa.

Lagu-lagu melankoli,
Terus berputar berulang-kali.

Bedebah.

Tolong mainkan Frank Zappa,
Lalu putarkan Daniel Johnston.
Dan biarkan Mirage dengan Cavatina-nya mengakhiri perburuan nafas ini,
Bersama.





Jumat, 16 Maret 2018

Ulangan




Malam itu, ia ceritakan segala kisah pahitnya. Tentang anak yang telah ia serahkan pada mereka. Tentang kisah kasih yang tak lagi ada. Tentang kehilangan segala rencana akan masa depan. Lalu setelah lama berdiam, kita berciuman, panjang dan penuh kepedihan yang mendalam.

Ia kekasihku masa remaja, kecantikan telah menggerogoti separuh masa hidup yang ia punya. Kecantikan membuat ia terluka dan melukai siapapun yang ada didekatnya. Dan malam itu, ia tumpahkan segala bebannya padaku, dalam sebuah kecupan terakhir dibibir.

Setelah malam itu, ia tutup semua ingatan akan masa-masa biru. Masa yang penuh luka, masa yang tak ingin kembali ada.
Dan malam ini, kamu mengingatkanku akan-nya. Seperti sebuah pengulangan yang berbeda masa, figure dan cerita, namun dengan rasa yang hampir sama.

Rasa yang membuatku merasa begitu kehilangan, pedih, marah, kecewa, lega dan bahagia sekaligus. Kehilangan masa bersama, pedih didada, marah pada keadaan, kecewa ditinggalkan, lega melepas dan bahagia untuk kebahagiaannya. Ya, sebuah pengulangan.

Berbahagialah putri,
Berbahagialah mentari pagi,
Berbahagialah.
Ungkaplah dengan kata atas rasa yang kau punya kelak, agar dapat memberi makna.
Baginya, bagi mereka, bagimu juga.

Cukuplah aku mengagumimu dan merasakan hangatmu dari bumiku.



Selasa, 13 Maret 2018

Mengembalikan Gelap

Dengan ini,
Kukembalikan gelap pada malam.
Menyerahkannya kembali pada kesunyian.
Agar tak ada lagi tanya,
Agar tak ada lagi kesilapan makna.
Cukupkan dengan doa,
Cukupkan saja.

Terima kasih langit pagi,
Atas terang dan hangat dihati.

Aku tak memahami diam,
Aku tak dapat mengartikannya.
Seperti awan mendung yang belum pasti turunkan hujan.
Begitupun ada-mu,
Tak berarti aku ada disana.
Maka,
Ucap kata,
Agar dapat memberi makna.
Ucapkan saja.

Terima kasih timur terang,
Atas cahaya yang benderang.




Timur Terang



Selamat tinggal timur terang,
Sampai nanti mentari pagi.
Rapalan doaku menyerta,
Di sisa masa yang kupunya.

Mari seberangi jembatan bertemali,
Meskipun arah angin berbeda.
Kita serahkan kembali,
Kepada Sang Maha Rencana.

Kalimat-kalimat berulang,
Ingatan tak dapat hilang.
Terperangkap hampa ruang,
Dan aku tak menemukan jalan pulang.

Minggu, 11 Maret 2018

Ada Ragu



Ada kegelisahan,
Tak berkesudahan.
Memupuk dendam rindu,
Yang kelak akan padam menjadi abu.

Ada ragu,
Diam membeku.
Membiarkannya dingin,
Hingga hilang ingin.

Perlahan,
Segera,
Sama saja.
Akan mati sebenarnya.



#PotMode


Kamis, 08 Maret 2018

Al Kuddus


Tak semudah membalikkan telapak tangan.
Dan tak sesulit menggerakannya.

Apa yang ku harap, belum tentu akan ku raih.
Dan apa yang ku dapat, belum tentu apa yang ku pinta.

Tidur kembali,
Jika semua sesuai dengan apa yang ada didalam benak.

Bangun,
Saat semua berlawanan.

Sebab nyata, hanya ada setelah aku bermimpi.
Dan mimpi adalah ke-nyata-annya.

Kesadaran tidaklah menuntunku,
Namun, akulah yang menuntun kesadaran.

Karena Dia,
Adalah Dia.

Maka Dia,
Menjadikan-ku.




Sabtu, 03 Maret 2018

Setengah, Mati

Mendung di pagi.
Matahari sembunyi-sembunyi.
#kopi sedikit gula,
Pekatkan ruang masa.

Dan langkah terhenti,
Kabut menggulung diri.
Ingin beranjak keluar,
Namun hati telah terkunci,
Mati.

Kolibri berdecit,
Menyakiti telinga hati.
Irama yang lara,
Pilukan suasana.

Sudah lewati purnama ke-3.
Melarung rasa, menyeberang samudera.
Menuju timur terang,
Tempat aku berpulang.

Kini kau bertanya,
Tentang jawaban yang sudah ada.
Apakah ragu tengah selimuti harapmu?
Lalu berbalik arah gelapkan pagiku?

Seandainya, seandainya.
Maka seandainya akan seandainya saja.
Sedang aku tak berandai-andai dan mengandaikannya.
Aku ada dimanapun kau bertanya.

Pagiku mendung,
Awan bergulung-gulung.
Matahari tak nampak lagi.
Dan aku masih terkunci didalam diri.




Kamis, 01 Maret 2018

Pengadilan Purnama

Pusaka langit menuju sempurna,
Mengadili gelap agar tak gulita.
Dan esok adalah #purnama ketiga,
Kita bersua dalam ribuan huruf teruntai kata.
Menjadi simpul mati.
Terkunci dalam hati.

Ini bukan tentang dongeng yang menina-bobokan.
Ini adalah sebuah kisah tentang ikatan-ikatan.
Sebuah cerita yang akan kita rayakan.
Kelak di hari yang kita nantikan.

Sebuah kisah menuju #purnama kesekian.