Sebut saja Abu, aku tak pernah mengenal siapapun di dunia ini kecuali ibu. Dan Ia hanya tergeletak tak bernafas pagi itu, di sebuah taman saat matahari masih baru. Kini aku sendiri, beberapa lalat, semut dan nyamuk seringkali mengerubungi. Aku cukup senang, mereka terlihat riang. Mencubiti kulitku, berterbangan di sekitarku hingga aku tertidur dan mereka pergi berlalu.
Saat matahari datang dan orang berlalu lalang, aku kembali berjalan. Mengikuti langkah kaki menuruti irama hati. Sekali waktu aku bertamu ke tempat orang-orang berseragam dan memiliki pangkat itu. Aku di tempatkan pada kamar berjeruji, tempat tidur tikar dan makanan pagi serta sore hari. Keesok harinya aku diusir pergi. Aku tersenyum, mereka cukup baik padaku, meskipun malam itu ada beberapa tinju yang mendarat di wajahku..
Sekarang aku lelah, ingin sekali rebah. Setelah seharian berjalan, tak menemukan makanan. Aku duduk dan bersandar di dinding, sebab sisa air hujan di trotoar belum juga kering. Tak lama aku-pun tertidur dan bermimpi, negeri ini menjadi taman yang dipenuhi buah-buahan. Dimana siang bertabur bintang. Tak bermatahari namun begitu terang. Semua orang berseragam, putih terang tak ada hitam. Berkumpul di lapangan yang sangat luas, hingga pandang tak memiliki batas. Aku dipanggil oleh makhluk yang menyilaukan mata, untuk menghampirinya segera. Aku diperintahkan mengikutinya, ketempat dimana seharusnya aku berada.
Aku berjalan di belakang, ia harum seperti tercipta dari beratus-ratus kembang. Dari kejauhan aku melihat sosok yang selalu ada dalam ingatan. Dan makhluk menyilaukan tadi bergegas membawa ragaku terbang, menghampiri ibu yang sedang melambaikan tangan seraya membisikan sebuah kalimat; "selamat datang di negeri surga."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar