BramaDipo: Munafik kah?

Senin, 18 Mei 2015

Munafik kah?

"Yah, kalau tidak ada jalanan berlubang tidak ada proyek musiman mas. Coba nanti lihat di bulan puasa menjelang lebaran, jalanan yang mas lewati tadi pasti dikerjakan." Begitu uraian pak Doni, manager sebuah proyek perumahan di kabupaten kota X yang baru saja kujumpai. Berperawakan kurus, tinggi kira-kira 170cm, berkacamata, umur sekitar 30-an tahun dan jarang sekali tersenyum sedari awal perjumpaan kami. 

"Menurut saya wajar saja mereka bikin-bikin proyek seperti itu, untuk jadi pejabat saja mereka mengeluarkan banyak biaya. Jangan-kan pejabat, kita-kita saja pasti mengeluarkan biaya untuk personalia ketika mau masuk kerja. Zaman sekarang apa sih yang tidak mengeluarkan biaya. Makanya munafik kalau kita anggap ini salah itu salah." Ia melanjutkan pembicaraan tadi dan entah kenapa dadaku bergemuruh, telingaku berdengung seakan mendapat tamparan yang sangat keras dari kalimat terakhirnya tadi. 

"Jadi maksudnya, kalau kita tidak begitu, berarti kita yang tidak wajar ya pak Doni?" ujarku berusaha menimpali. 

"Ya,betul mas. Seperti yang saya bilang, kita tidak perlu munafik. Wajar saja pekerja kecil nyolong-nyolong yang kecil-kecil. Untuk masuk kerja saja kita harus nyogok bagian personalia dahulu kan?" Jawab pak Doni. 

"Hehe.. " Aku hanya mencoba tertawa dihadapannya, berusaha menutupi kegelisahanku dan ketidak-nyamanan dengan pembicaraan tersebut. 

"Baiklah pak Doni, kapan-kapan kita bertemu lagi. Saya harus melanjutkan perjalanan saya. Terima kasih atas waktu-nya pak. Selamat siang dan sukses selalu." Aku segera menutup pembicaraan. 

"Ok mas, silahkan. Selamat siang." Pak doni membalas salam dengan singkat. Dan kami pun berpisah. Aku membelokkan motorku ke arah jalanan berdebu dan berlubang-lubang. Pak Doni kembali menghampiri pekerja-nya yang masih beristirahat makan siang. Telingaku masih berdengung, dadaku masih bergemuruh tak menentu. Dalam hati, aku bertanya, " apa benar aku munafik?"












11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar